BAB I
PENDAHULUAN
Pada awalnya manusia memenuhi kebutuhannya sendiri
yang dikenal dengan periode prabarter. Namun dengan semakin
bertambahnya keutuhan dan jumlah manusia,
maka terjadi pertukaran banrang yang disebut dengan barter. Seiring
dengan kemajuan zaman, merupakan suatu hal
yang tidak praktis jika seseorang harus menemukan orang yang barang yang dibutuhkannya dan di waktu
bersamaan membutuhkan barang dan jasa yang dimilikinya (double coincidence of
wants). Dan ini akan mempersulit muamalah
antar manusia. Karenanya diperlukan suatu
alat tukar yang dapat diterima oleh semua pihak. Alat tukar demikian disebut uang.
Pertama kali, uang dikenal dalam peradaban Sumeria dan Babylonia.
Dalam penggunaan uang, bangsa Arab telah mengenal
solidus, mata uang emas yang dipakai sejak zaman Romawi, dan dirham perak yang
dipakai Bangsa Persia, sebelum Islam datang.
Setelah Islam datang, dan selama kehidupan Nabi Muhammad SAW, pemakaian
solidus dan dirham tetap diteruskan.
Dalam Al Qur’an secara eksplisit disebutkan emas
(dinar) dan perak (dirham) sebagai mata uang, sebagai harta atau sebagai
lambang kekayaan yang dimiliki. Disamping disebutkan dalam ayat-ayat Al Qur’an,
Dinar dan Dirham disebutkan banyak sekali
dalam Hadits Nabi Muhammad SAW.
1. Dinar
dengan Dirham, tidak ada kelebihan di
antara keduanya (jika dipertukarkan);
dan Dirham dengan Dinar dan tidak ada kelebihan di antara keduanya jika
dipertukarkan.
2. Dalam
Hadits yang lain Nabi Muhammad menggunakan istilah wariq; “Uang logam perak
yang jumlahnya di bawah lima auqiyah tidak ada kewajiban zakat atas nya”. (HR.
Bukhari dan Muslim)
Dari kilasan di atas, maka dalam makalah kali ini kita
akan membahas mengenai uang dalam pandangan ekonomi konvensional, permintaan
uang dan uang dalam pandangan ekonomi islam.
BAB II
PEMBAHASAN
TEORI TENTANG UANG
A.
Pengertian Uang
Secara umum uang adalah sesuatu
yang dapat diterima secara umum sebagai alat pembayaran dalam suatu wilayah
tertentu atau sebagai alat pembayaran utang, atau sebagai alat untuk melakukan
pembel;ian barang dan jasa[1].
Dalam sistem perekonomian mana
pun, fungsi utama uang adalah sebagai alat tukat (medium of exchange). Dari funmgsi utama uang tersebut, diturunkan
fungsi-fungsi yang lain seperti uang sebagai pembakuan (standard of value), penyimpanan kekayaan (store of value), sdan sebagai
satuan penghitungan (unit of
account)[2]. Namun
dari dari berbagai fungsi uang yang dijelaskan tersebut, terjadi perbedaan
antara pandangan ekonomi konvensional dan ekonomi Islam.
B.
Uang Dalam Ekonomi Konvensional
Menurut ekonomi konvensional
uang dapat dilihat dari dua sisi, yaitu dari sisi hukum dan dari sisi fungsi.
Secara hukum, uang adalah sesuatu yang dirumuskan oleh undang-undang sebagai
uang. Sementara secara fungsi, uang adalah segala sesuatu yang menjalankan
fungsinya sebagai uang.[3]
Dalam sistem ekonomi konvensial
uang tidak hanya sebagai alat tukar yang sah (legal tender) melainkan juga sebagai komoditas, sehingga uang juga
dapat diperjual-belikan dengan kelebihan, lebih jauh dari cara pandang yang
demikian, maka uang juga dapat disewakan
(liasing).[4]
Ketika uang diperlakukan
sebagai komoditas oleh sistem ekonomi konvensional, berkembanglah apa yang
disebut pasar uang. Terbentuknya pasar uang ini menghasilkan dinamika yang khas
dalam perekomonian konvensional, terutama pada sektor moneternya.
Pasar uang ini kemudian
bekembang dengan munculnya pasar derivatif, yang merupakan turunan dari pasar
uang. Pasar derivatif ini menggunakan instrumen bunga sebagai harga dari
produk-produknya. Transaksi dari pasar uang dan pasar derivatif ini tidak hanya
berlandaskan motif transaksi yang riil sepenuhnya, bahkan sebagian besar
darinya mengandung motif spekulasi. Maka tak heran jika perkembangan dipasar
moneter konvensional begitu spektakuler.[5]
C.
Teori Permintaan Uang
- Teori Permintaan Uang dalam Ekonomi Konvensional
Teori
permintaan uang dalam ekonomi konvensional dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu
teori permintaan uang sebelum Keynes, teori permintaan uang menurut Keynes,
dan teori perminataan uang setelah
Keynes
a. Teori
Permintaan Uang Sebelum Keynes
Dalam
teori permintaan uang ini Irving Fisher mengasumsikan bahwa keberadaan uang
pada hakikatnya adalah flow concept dimana keberadaan uang atau permintaan uang
tidak dipengaruhi oleh suku bunga akan tetapi besar kecilnya uang akan
ditentukan oleh kecepatan perputaran uang tersebut.
Sedangkan
menurut kaum Cambridge yang diwakili Marshall dan Pigou, uang adalah alat
penyimpan kekayaan, dan bukan sebagai alat pembayaran. Menurut Cambridge
permintaan uang tunai dipengaruhi oleh tingkat bunga, jumlah kekayaan yang
dimiliki, harapan tingkat bunga dimasa yang akan datang, dan tingkat harga.
Namun dalam jangka pendek faktor-faktor tersebut bersifat konstan atau berubah
secara proporsional terhadap pendapatan.
b. Teori
Permintaan Uang Menurut Keynes
Terkait dengan
tujuan-tujuan masyarakat untuk meminta (memegang) uang, maka dapat
diklasifikasikan atas 3 motif utama, yaitu :
1. Motif transaksi (transaction motive), motif ini
timbul karena uang digunakan untuk melakukan pembayaran secara reguler terhadap
transaksi yang dilakukan. Besarnya permintaan uang untuk tujuan transaksi ini
ditentukan oleh besarnya tingkat pendapatan. artinya semakin besar tingkat pendapatan yang
dihasilkan, maka jumlah uang diminta untuk transaksi juga mengalami peningkatan
demikian sebaliknya.
2. Motif berjaga-jaga (precautionary motive), selain
untuk membiayai transaksi, maka uang diminta pula oleh masyarakat untuk
keperluan di masa mendatang yang sifatnya berjaga-jaga. Besarnya permintaan
uang untuk berjaga-jaga ditentukan oleh besarnya tingkat pendapatan pula.
Semakin besar tingkat pendapatan permintaan uang untuk berjaga-jaga pun semakin
besar.
3. Motif spekulasi (speculation motive), pada suatu
sistem ekonomi modern diman lembaga keuangan masyarakat sudah mengalami
perkembangan yang sangat pesat mendorong masyarakatnya untuk menggunakan
uangnya bagi kegiatan spekulasi, yaitu disimpan atau digunakan untuk membeli
surat-surat berharga, seperti obligasi pemerintah, saham, atau instrumen
lainnya. Faktor yang mempengaruhi besarnya permintaan uang dengan motif ini
adalah besarnya suku bunga, dividen surat-surat berharga, ataupun capital gain.
c. Teori
Permintaan Uang Setelah Keynes
Menurut Friedman
jumlah uang yang diminta tergantung tingkat pendapatan nasional. Perbedaan
friedman dan Keynes adalah Friedman menyatakan bahwa nilai k bukan sesuatu yang
konstan. Nilai k dapat berubah-ubah tergantung perubahan tingkat bunga dan
faktor lain yang dapat diramalkan, dan Friedman tidak menganggap bahwa
pendapatan selalu terjadi pada tingkat full
employment, tapi bisa saja terjadi pada tingkat di bawah full employment
- Teori Permintaan Uang dalam Ekonomi Islam
Fungsi
Uang Dalam Ekonomi Islam:
·
Sarana
penukar
·
Penyimpan
Nilai
·
Bukan
barang dagangan/komoditi
Teori Permintaan Uang Menurut Mazhab Iqtishoduna
·
Menurut
mazhab ini, permintaan uang hanya ditujukan untuk transaksi dan berjaga-jaga
atau untuk investasi.
·
Permintaan
uang untuk transaksi merupakan fungsi dari
tingkat pendapatan yang dimiliki oleh seseorang (berhubungan positif)
Permintaan Uang menurut Mazhab Mainstream
·
Menurut
Metwally permintaan uang dikategorikan untuk transaksi dan berjaga-jaga
·
Landasan
filosofis dari teori dasar permintaan uang untuk berjaga-jaga, bahwa Islam
mengarahkan sumber daya yang ada untuk alokasi secara maksimum dan
efisien.Pelarangan penimbunan Uang atau Hoarding money merupakan kejahatan
penggunaan uang yang harus diperangi.
·
Pengenaan
pajak terhadap aset produktif yang menganggur merupakan strategi utama yang
digunakan mazhab ini.
Permintaan Uang menurut Mazhab Alternatif
·
Menurut
Choudhury, (1997), permintaan uang adalah representasi dari keseluruhan
kebutuhan transaksi dalam sektor riil. Semakin tinggi kapasitas dan volume
sektor riil meningkat, maka permintaan uang akan meningkat
D.
Uang Dalam Ekonomi Islam
Berbeda
dengan ekonomi konvensional, dalam islam apapun yang berfungsi dengan uang maka
fungsinya hanyalahsebagai alat tukar atau medium
of exchange. Ia bukan suatu komiditas yangbisa diperjual-belikan dengan
dengan secara kelebihan. Uang hanya diperlukan untuk membeli barang yang lain
sehingga kebutuhan manusia dapat terpenuhi.[6]
Sebelum
diperkenalkan uang sebagai alat tukar, perdagangan dalam masyarakat dunia
menggunakan sistem barter. Sebagaimana diketahui, barter dilakukan dengan cara
menukarkan barang atau komoditas diantara pihak-pihak yang bertransaksi, namun
transaksi dapat dilakukan jika si A, misalnya, memang membutuhkan barang yang
ditawarkan si B, demikian pula dengan si B. Singkat kata, dalam ekonomi barter
ini, transaksi hanya dapat terjadi bila kedua pihak mempunyai dua kebutuhan
sekaligus, atau menurut Lipsey dan Courant (1996) harus terjadi double
coincidence of wants.
Apabila
dilihat dalam sejarah perekonomian Islam, mata uang sudah mulai dikenal di awal
kekhalifahan. Hal itu bisa kita lihat ketika masa khalifah Umar dan Utsman
r.a., mata uang telah dicetak dengan mengikuti gaya dirham Persia, dengan
perubahan pada tulisan yang tercantum di mata uang tersebut. Meskipun pada masa
awal pemerintahan khalifah Umar r.a pernah timbul ide untuk mencetak mata uang
dari kulit, namun akhirnya dibatalkan karena tidak disetujui oleh para sahabat
yang lain. Mata uang khilafah Islam yang mempunyai ciri khusus baru dicetak
pada masa pemerintahan Ali r.a. meskipun peredarannya masih terbatas.
Mata
uang dengan gaya Persia dicetak pula di zaman Muawiah dengan mencantumkan
gambar gubernur dan pedang. Gubernur Irak pada masa pemerintahan Muawiah, yakni
Ziad, juga mengeluarkan dirham dengan mencantumkan nama khalifah. Pencantuman
gambar dan nama kepala pemerintahan pada uang, sampai sekarang masih
dipertahankan, termasuk Amerika sekalipun.
Pada
masa Abdul Malik (76 H) nilai tukar dinar-dirham relatif stabil pada jangka
waktu yang panjang dengan kurs dinar-dirham 1:10. Pada masa itu perbandingan
emas-perak adalah 1:7 sehingga satu dinar 20 karat setara dengan sepuluh dinar
14 karat. Reformasi mone ter pernah dilakukan oleh Abdul Malik, yaitu dirham
diubah menjadi 15 karat, dan pada saat yang sama dinar dikurangi berat emasnya
dari 4,55 menjadi 4,25 gram. Di zaman Ibnu Faqih (289 H), nilai dinar menguat
menjadi 1:17, namun kemudian stabil pada kurs 1:15. Setelah reformasi moneter
Abdul Malik, maka ukuran-ukuran nilai adalah seperti berikut : satu dinar 4,25
gram, satu dirham 3,98 gram, satu uqiyya 40 dirham, satu mitsqal 22 karat, satu
ritl (liter) 12 uqiyya setara 90 mitsqal, satu qist 8 ritl setara dengan
setengah sa', satu qafiz 6 sa' setara seperempat artaba, satu wasq 60 sa', satu
jarib 4 qafiz.
Sekian
ratus tahun kemudian, cukup mengejutkan memang, kurs 1:15 ini juga berlaku di
Amerika pada 1792-1834 M. Berbeda dengan langkah yang diambil Abdul Malik
dengan reformasi moneternya, Amerika tetap mempertahankan kurs ini walaupun di
negara-negara Eropa nilai mata uang emas menguat pada kisaran kurs 1:15,5
sampai 1:16,6. Walhasil, mata uang emas mengalir keluar dan mata uang yang lama
mengalir masuk ke Amerika.[7]
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Setelah kita melihat dari paparan di atas, maka kita bisa
membedakan padangan ekonomi konvensional dengan pandangan ekonomi islam tentang
uang. Kalau dalam ekonomi konvensional uang itu tidak hanya sebagai alat tugas,
namun juga berfungsi sebagai komoditas yang bisa diperjual belikan. Namun dalam
ekonomi islam, uang itu hanya sebatas sebagai alat tukar, sehingga uang tidak boleh
diperjual belikan.
Dalam perkembangan perekonomian, termasuk di dunia
ekonomi Islam bentuk dan bahan dasar pembuatan uang telah terjadi perkembangan,
yang pada awalnya terbuat dari emas dan perak berkembang menjadi uang kertas.
DAFTAR PUSTAKA
Kasmir, Bank dan
Lembaga Keuangan Bank Lainnya, Jakarta- PT Raja Grafindo Persada, 2002
Mujahidin ,Akhmad,
Ekonomi Islam, Jakarta- PT Raja
Grafindo Persada, 2007
Nasiotion ,Mustafa Edwin, Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam, Jakarta- Kencana, 2006
[1] Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Bank Lainnya,
(Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 2002), cet.1, H.13
Tidak ada komentar:
Posting Komentar