Rabu, 09 April 2014

TEORI TENTANG UANG


BAB I

PENDAHULUAN

Pada awalnya manusia memenuhi kebutuhannya sendiri yang dikenal dengan periode prabarter.  Namun dengan semakin bertambahnya keutuhan dan jumlah manusia,  maka terjadi pertukaran banrang yang disebut dengan barter.  Seiring dengan kemajuan zaman, merupakan suatu hal  yang tidak praktis jika seseorang harus menemukan orang yang  barang yang dibutuhkannya dan di waktu bersamaan membutuhkan barang dan jasa yang dimilikinya (double coincidence of wants). Dan  ini akan mempersulit muamalah antar manusia. Karenanya diperlukan suatu alat tukar yang dapat diterima oleh semua pihak. Alat tukar demikian disebut uang. Pertama kali, uang dikenal dalam peradaban Sumeria dan Babylonia.
Dalam penggunaan uang, bangsa Arab telah mengenal solidus, mata uang emas yang dipakai sejak zaman Romawi, dan dirham perak yang dipakai Bangsa Persia, sebelum Islam datang.  Setelah Islam datang, dan selama kehidupan Nabi Muhammad SAW, pemakaian solidus dan dirham tetap diteruskan.
Dalam Al Qur’an secara eksplisit disebutkan emas (dinar) dan perak (dirham) sebagai mata uang, sebagai harta atau sebagai lambang kekayaan yang dimiliki. Disamping disebutkan dalam ayat-ayat Al Qur’an, Dinar dan Dirham disebutkan banyak sekali  dalam Hadits Nabi Muhammad SAW.
1.      Dinar dengan  Dirham, tidak ada kelebihan di antara keduanya (jika  dipertukarkan); dan Dirham dengan Dinar dan tidak ada kelebihan di antara keduanya jika dipertukarkan.
2.      Dalam Hadits yang lain Nabi Muhammad menggunakan istilah wariq; “Uang logam perak yang jumlahnya di bawah lima auqiyah tidak ada kewajiban zakat atas nya”. (HR. Bukhari dan Muslim)
Dari kilasan di atas, maka dalam makalah kali ini kita akan membahas mengenai uang dalam pandangan ekonomi konvensional, permintaan uang dan uang dalam pandangan ekonomi islam.





BAB II

PEMBAHASAN

TEORI TENTANG UANG

A.    Pengertian Uang
Secara umum uang adalah sesuatu yang dapat diterima secara umum sebagai alat pembayaran dalam suatu wilayah tertentu atau sebagai alat pembayaran utang, atau sebagai alat untuk melakukan pembel;ian barang dan jasa[1].
Dalam sistem perekonomian mana pun, fungsi utama uang adalah sebagai alat tukat (medium of exchange). Dari funmgsi utama uang tersebut, diturunkan fungsi-fungsi yang lain seperti uang sebagai pembakuan (standard of value), penyimpanan kekayaan (store of value), sdan sebagai  satuan penghitungan (unit of account)[2]. Namun dari dari berbagai fungsi uang yang dijelaskan tersebut, terjadi perbedaan antara pandangan ekonomi konvensional dan ekonomi Islam.

B.     Uang Dalam Ekonomi Konvensional
Menurut ekonomi konvensional uang dapat dilihat dari dua sisi, yaitu dari sisi hukum dan dari sisi fungsi. Secara hukum, uang adalah sesuatu yang dirumuskan oleh undang-undang sebagai uang. Sementara secara fungsi, uang adalah segala sesuatu yang menjalankan fungsinya sebagai uang.[3]
Dalam sistem ekonomi konvensial uang tidak hanya sebagai alat tukar yang sah (legal tender) melainkan juga sebagai komoditas, sehingga uang juga dapat diperjual-belikan dengan kelebihan, lebih jauh dari cara pandang yang demikian, maka uang  juga dapat disewakan (liasing).[4]
Ketika uang diperlakukan sebagai komoditas oleh sistem ekonomi konvensional, berkembanglah apa yang disebut pasar uang. Terbentuknya pasar uang ini menghasilkan dinamika yang khas dalam perekomonian konvensional, terutama pada sektor moneternya.
Pasar uang ini kemudian bekembang dengan munculnya pasar derivatif, yang merupakan turunan dari pasar uang. Pasar derivatif ini menggunakan instrumen bunga sebagai harga dari produk-produknya. Transaksi dari pasar uang dan pasar derivatif ini tidak hanya berlandaskan motif transaksi yang riil sepenuhnya, bahkan sebagian besar darinya mengandung motif spekulasi. Maka tak heran jika perkembangan dipasar moneter konvensional begitu spektakuler.[5]

C.    Teori Permintaan Uang
  1. Teori Permintaan Uang dalam Ekonomi Konvensional
Teori permintaan uang dalam ekonomi konvensional dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu teori permintaan uang sebelum Keynes, teori permintaan uang menurut Keynes, dan  teori perminataan uang setelah Keynes
a.      Teori Permintaan Uang Sebelum Keynes
Dalam teori permintaan uang ini Irving Fisher mengasumsikan bahwa keberadaan uang pada hakikatnya adalah flow concept dimana keberadaan uang atau permintaan uang tidak dipengaruhi oleh suku bunga akan tetapi besar kecilnya uang akan ditentukan oleh kecepatan perputaran uang tersebut.
Sedangkan menurut kaum Cambridge yang diwakili Marshall dan Pigou, uang adalah alat penyimpan kekayaan, dan bukan sebagai alat pembayaran. Menurut Cambridge permintaan uang tunai dipengaruhi oleh tingkat bunga, jumlah kekayaan yang dimiliki, harapan tingkat bunga dimasa yang akan datang, dan tingkat harga. Namun dalam jangka pendek faktor-faktor tersebut bersifat konstan atau berubah secara proporsional terhadap pendapatan.
b.      Teori Permintaan Uang Menurut Keynes
Terkait dengan tujuan-tujuan masyarakat untuk meminta (memegang) uang, maka dapat diklasifikasikan atas 3 motif utama, yaitu :
1.      Motif transaksi (transaction motive), motif ini timbul karena uang digunakan untuk melakukan pembayaran secara reguler terhadap transaksi yang dilakukan. Besarnya permintaan uang untuk tujuan transaksi ini ditentukan oleh besarnya tingkat pendapatan. artinya semakin besar tingkat pendapatan yang dihasilkan, maka jumlah uang diminta untuk transaksi juga mengalami peningkatan demikian sebaliknya.
2.      Motif berjaga-jaga (precautionary motive), selain untuk membiayai transaksi, maka uang diminta pula oleh masyarakat untuk keperluan di masa mendatang yang sifatnya berjaga-jaga. Besarnya permintaan uang untuk berjaga-jaga ditentukan oleh besarnya tingkat pendapatan pula. Semakin besar tingkat pendapatan permintaan uang untuk berjaga-jaga pun semakin besar.
3.      Motif spekulasi (speculation motive), pada suatu sistem ekonomi modern diman lembaga keuangan masyarakat sudah mengalami perkembangan yang sangat pesat mendorong masyarakatnya untuk menggunakan uangnya bagi kegiatan spekulasi, yaitu disimpan atau digunakan untuk membeli surat-surat berharga, seperti obligasi pemerintah, saham, atau instrumen lainnya. Faktor yang mempengaruhi besarnya permintaan uang dengan motif ini adalah besarnya suku bunga, dividen surat-surat berharga, ataupun capital gain.
c.       Teori Permintaan Uang Setelah Keynes
Menurut Friedman jumlah uang yang diminta tergantung tingkat pendapatan nasional. Perbedaan friedman dan Keynes adalah Friedman menyatakan bahwa nilai k bukan sesuatu yang konstan. Nilai k dapat berubah-ubah tergantung perubahan tingkat bunga dan faktor lain yang dapat diramalkan, dan Friedman tidak menganggap bahwa pendapatan selalu terjadi pada tingkat full employment, tapi bisa saja terjadi pada tingkat di bawah full employment

  1. Teori Permintaan Uang dalam Ekonomi Islam
Fungsi Uang Dalam Ekonomi Islam:
·         Sarana penukar
·         Penyimpan Nilai
·         Bukan barang dagangan/komoditi
Teori Permintaan Uang Menurut Mazhab Iqtishoduna
·         Menurut mazhab ini, permintaan uang hanya ditujukan untuk transaksi dan berjaga-jaga atau untuk investasi.
·         Permintaan uang untuk transaksi merupakan fungsi dari  tingkat pendapatan yang dimiliki oleh seseorang (berhubungan positif)
Permintaan Uang menurut Mazhab Mainstream
·         Menurut Metwally permintaan uang dikategorikan untuk transaksi dan berjaga-jaga
·         Landasan filosofis dari teori dasar permintaan uang untuk berjaga-jaga, bahwa Islam mengarahkan sumber daya yang ada untuk alokasi secara maksimum dan efisien.Pelarangan penimbunan Uang atau Hoarding money merupakan kejahatan penggunaan uang yang harus diperangi.
·         Pengenaan pajak terhadap aset produktif yang menganggur merupakan strategi utama yang digunakan mazhab ini. 
Permintaan Uang menurut Mazhab Alternatif
·         Menurut Choudhury, (1997), permintaan uang adalah representasi dari keseluruhan kebutuhan transaksi dalam sektor riil. Semakin tinggi kapasitas dan volume sektor riil meningkat, maka permintaan uang akan meningkat


D.    Uang Dalam Ekonomi Islam
Berbeda dengan ekonomi konvensional, dalam islam apapun yang berfungsi dengan uang maka fungsinya hanyalahsebagai alat tukar atau medium of exchange. Ia bukan suatu komiditas yangbisa diperjual-belikan dengan dengan secara kelebihan. Uang hanya diperlukan untuk membeli barang yang lain sehingga kebutuhan manusia dapat terpenuhi.[6]
Sebelum diperkenalkan uang sebagai alat tukar, perdagangan dalam masyarakat dunia menggunakan sistem barter. Sebagaimana diketahui, barter dilakukan dengan cara menukarkan barang atau komoditas diantara pihak-pihak yang bertransaksi, namun transaksi dapat dilakukan jika si A, misalnya, memang membutuhkan barang yang ditawarkan si B, demikian pula dengan si B. Singkat kata, dalam ekonomi barter ini, transaksi hanya dapat terjadi bila kedua pihak mempunyai dua kebutuhan sekaligus, atau menurut Lipsey dan Courant (1996) harus terjadi double coincidence of wants.
Apabila dilihat dalam sejarah perekonomian Islam, mata uang sudah mulai dikenal di awal kekhalifahan. Hal itu bisa kita lihat ketika masa khalifah Umar dan Utsman r.a., mata uang telah dicetak dengan mengikuti gaya dirham Persia, dengan perubahan pada tulisan yang tercantum di mata uang tersebut. Meskipun pada masa awal pemerintahan khalifah Umar r.a pernah timbul ide untuk mencetak mata uang dari kulit, namun akhirnya dibatalkan karena tidak disetujui oleh para sahabat yang lain. Mata uang khilafah Islam yang mempunyai ciri khusus baru dicetak pada masa pemerintahan Ali r.a. meskipun peredarannya masih terbatas.
Mata uang dengan gaya Persia dicetak pula di zaman Muawiah dengan mencantumkan gambar gubernur dan pedang. Gubernur Irak pada masa pemerintahan Muawiah, yakni Ziad, juga mengeluarkan dirham dengan mencantumkan nama khalifah. Pencantuman gambar dan nama kepala pemerintahan pada uang, sampai sekarang masih dipertahankan, termasuk Amerika sekalipun.
Pada masa Abdul Malik (76 H) nilai tukar dinar-dirham relatif stabil pada jangka waktu yang panjang dengan kurs dinar-dirham 1:10. Pada masa itu perbandingan emas-perak adalah 1:7 sehingga satu dinar 20 karat setara dengan sepuluh dinar 14 karat. Reformasi mone ter pernah dilakukan oleh Abdul Malik, yaitu dirham diubah menjadi 15 karat, dan pada saat yang sama dinar dikurangi berat emasnya dari 4,55 menjadi 4,25 gram. Di zaman Ibnu Faqih (289 H), nilai dinar menguat menjadi 1:17, namun kemudian stabil pada kurs 1:15. Setelah reformasi moneter Abdul Malik, maka ukuran-ukuran nilai adalah seperti berikut : satu dinar 4,25 gram, satu dirham 3,98 gram, satu uqiyya 40 dirham, satu mitsqal 22 karat, satu ritl (liter) 12 uqiyya setara 90 mitsqal, satu qist 8 ritl setara dengan setengah sa', satu qafiz 6 sa' setara seperempat artaba, satu wasq 60 sa', satu jarib 4 qafiz.
Sekian ratus tahun kemudian, cukup mengejutkan memang, kurs 1:15 ini juga berlaku di Amerika pada 1792-1834 M. Berbeda dengan langkah yang diambil Abdul Malik dengan reformasi moneternya, Amerika tetap mempertahankan kurs ini walaupun di negara-negara Eropa nilai mata uang emas menguat pada kisaran kurs 1:15,5 sampai 1:16,6. Walhasil, mata uang emas mengalir keluar dan mata uang yang lama mengalir masuk ke Amerika.[7]















BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Setelah kita melihat dari paparan di atas, maka kita bisa membedakan padangan ekonomi konvensional dengan pandangan ekonomi islam tentang uang. Kalau dalam ekonomi konvensional uang itu tidak hanya sebagai alat tugas, namun juga berfungsi sebagai komoditas yang bisa diperjual belikan. Namun dalam ekonomi islam, uang itu hanya sebatas sebagai alat tukar, sehingga uang tidak boleh diperjual belikan.
Dalam perkembangan perekonomian, termasuk di dunia ekonomi Islam bentuk dan bahan dasar pembuatan uang telah terjadi perkembangan, yang pada awalnya terbuat dari emas dan perak berkembang menjadi uang kertas.





















DAFTAR PUSTAKA
Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Bank Lainnya, Jakarta- PT Raja Grafindo Persada, 2002
Mujahidin ,Akhmad, Ekonomi Islam, Jakarta- PT Raja Grafindo Persada, 2007
Nasiotion ,Mustafa Edwin, Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam, Jakarta- Kencana, 2006



[1] Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Bank Lainnya, (Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 2002), cet.1, H.13
[2] Mustafa Edwin Nasiotion, Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam, (Jakarta, Kencana, 2006), H. 248
[3] Akhmad Mujahidin, Ekonomi Islam, (Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 2007), H.45
[4] Mustafa Edwin Nasiotion, Op-cit
[5] Ibid, H. 249
[6] Ibid, 249
[7] Ibid, H. 248

Tidak ada komentar:

Posting Komentar