BAB I
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat
Allah SWT yang telah member taufik dan hidayah-Nya, serta kemampuan untuk
menyelesaikan makalah ini tepat waktunya. Shalawat dan salam kita ucapkan untuk
junjungan Nabi Muhammad saw. Yang telah mengantarkan umat manusia ke jalan yang
di ridhai Allah SWT.
Makalah ini
dipersiapkan untuk mata kuliah Hukum
Perdata Islam Indonesia dengan bobot 2 SKS. Dengan materi berjudul “Tata Cara
Wakaf”,
maka dengan ini kami membahas beberapa pokok pembahasan yang dianggap perlu.
Kami sadar bahwa dalam penulisan ini masih sangat sederhana, namun harapan kami
tidak mengurangi bobot dan isi makalah ini. Penulisan makalah ini dapat
diselesaikan atas usaha keras penulis, juga berkat bantuan teman-teman untuk
mengisi kekurangannya.
Pada kesempatan ini
kami menyampaikan ucapan terima kasih yang setulus tulus-tulusnya kepada Dosen
pembimbing yang telah memberikan dukungan untuk penulisan makalah ini. Ucapan
terima kasih juga kami sampaikan kepada pihak yang terkait yang telah membantu.
Saran maupun kritik yang membangun sangat diharapkan demi kesempurnaan makalah
ini.
Seluruh jasa baik yang
telah di berikan kepada kami untuk menyelesaikan makalah ini, langsung maupun
tidak langsung semoga mendapat balasan
kebaikan dari Allah SWT dan menjadi amal kebajikan di dunia dan di
akhirat. Amin ya Rabbal’alamin.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Tata cara pelaksanaan wakaf
Seperti diketahui bahwa
hukum Islam menganjurkan agar setiap orang muslim
yang memiliki harta kekayaan supaya tidak hanya menggunakan hartanya untuk
keperluan sendiri atau keluarga saja, akan tetapi harus diperuntukkan bagi
keperluan umum. Dalam Islam, pada masa
Rasulullah tidak dijelaskan tata cara dan pendaftarannya secara rinci. Akan
tetapi yang dapat dipelajari dari tindakan Nabi ataupun sahabatnya atau
hasilnya, kemudian dalam modus lain (bentuk) diwakafkan keseluruhannya yakni
asalnya dan hasilnya, berpindah milik si wakif kepada maukuf alaih. Sedangkan
perwakafan secara administratif ketika itu belum dikenal. Namun dalam urusam
Mu’amalah, ada tuntutan al-Quran yang menganjurkan untuk menuliskan dan
disaksikan dua orang saksi laki-laki. Ayat dalam makna umum itu, juga berarti Islam menghendaki masalah
wakaf dengan tertulis atau memakai administrasi serta saksi karena maslah wakaf
juga termasuk mu’amalah yang sudah diatur Allah SWT.[1]
Seterusnya memang Fikih
Islam tidak banyak membicarakan prosedur dan tata cara pelaksanaan wakaf secara rinci.
Tetapi PP No. 28 Tahun 1977 dan Peraturan Menteri Agama No. 1 Tahun 1978
mengatur petunjuk yang lebih lengkap. Menurut pasal 9 ayat (1) PP No. 28 Tahun 1977, pihak yang
hendak mewakafkan tanahnya diharuskan datang di hadapan Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf
untuk melaksanakan Ikrar Wakaf.
Yang dimaksud dengan Pejabat
Pembuat Akta Ikrar Wakaf dalam hal ini adalah Kepala KUA kecamatan. Dalam hal suatu kecamatan
tidak ada Kantor KUA-nya, maka Kepala Kanwil Depag menunjuk Kepala KUA terdekat
sebagai Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf di kecamatan tersebut. Hal ini ditentukan dalam
pasal 5 ayat (1) dan (3) Peraturan Menteri Agama No. 1 Tahun 1978. Sebelumnya,
pasal 2 ayat (1) dan (2) memberi petunjuk bahwa ikrar wakaf dilakukan secara
tertulis. Dalam hal wakif tidak dapat menghadap PPAIW, maka wakif dapat membuat
ikrar secara tertulis dengan persetujuan dari Kandepag yang mewilayahi tanah
wakaf.
Kemudian pasal 9 ayat
(5) PP No. 28 Tahun 1977 menentukan bahwa dalam melaksanakan ikrar, pihak yang
mewakafkan tanah diharuskan membawa serta menyerahkan surat-surat berikut:[2]
a. Sertifikat hak milik
atau tanda bukti pemilikan tanah lainnya.
b. Surat keterangan dari
Kepala Desa yang diperkuat oleh Kepala Kecamatan setempat yang menerangkan
kebenaran pemilikan tanah dan tidak tersangkut sesuatu sengketa.
c. Surat keterangan
pendaftaran tanah.
d. Izin dari Bupati/Walikotamadiya Kepala Daerah cq. Kepala Sub Direktorat
Agraria setempat.
Di dalam Kompilasi Hukum Islam Pasal 223 menjalaskan tentang tata
cara perwakafan yaitu:
1.
Pihak yang hendak mewakafkah dapat menyatakan
ikrar wakaf di hadapan Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf untuk melaksanakan
ikrar wakaf.
2.
Isi dan bentuk Ikrar Wakaf
ditetapkan oleh Menteri Agama.
3.
Pelaksanaan Ikrar, demikian
pula pembuatan Akta Ikrar Wakaf, dianggap sah jika dihadiri dan disaksikan oleh
sekurang-kurangnya 2 (dua) orang saksi.
4.
Dalam melaksanakan Ikrar
seperti dimaksud ayat (1) pihak yang mewakafkan diharuskan menyerahkan kepada
Pejabat yang tersebut dalam Pasal 215 ayat (6), surat-surat sebagai berikut:
a. Tanda bukti pemilikan harta
benda.
b. Jika benda yang diwakafkan berupa benda tidak bergerak, maka
harus disertai surat keterangan dari Kepala Desa, yang diperkuat oleh Camat
setempat yang menerangkan pemilikan benda tidak bergerak dimaksud.
c. Surat atau dokumen tertulis yang merupakan kelengkapan dari benda
tidak bergerak yang bersangkutan. [3]
Setelah ikrar wakaf dilaksanakan dan dituangkan dalam Akta Ikrar Wakaf
langkah berikutnya dijelaskan dalam Kompilasi Hukum Islam Pasal 224 sebagai berikut:
Setelah Akta Ikrar Wakaf dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan dalam Pasal 223 ayat (3) dan (4), maka Kepala Kantor Urusan Agama
Kecamatan atas nama Nadzir yang bersangkutan diharuskan mengajukan permohonan
kepada Camat untuk mendaftarkan perwakafan benda yang bersangkutan guna menjaga
keutuhan dan kelestarian.
Dalam pasal 10 PP No. 28 Tahun 1977 ditambahkan beberapa
ayat sebagai berikut:
2. Bupati/Walikotamadya kepala Daerah cq. Kepala Sub Direktorat
Agraria setempat, setelah menerima permohonan tersebut dalam ayat (1) mencatat
perwakafan tanah milik yang bersangkutan pada buku tanah dan sertifikat.
3. Jika tanah milik yang diwakafkan belum
mempunyai sertifikat, maka pencatat yang dimaksudkan dalam ayat (2) dilakukan
setelah untuk tanah tersebut dibuatkan sertifikatnya.
4. Oleh Menteri Dalam Negeri diatur tata cara
pencatatan perwakafan yang dimaksudkan dalam ayat (2) dan (3).
5. Setelah
dilakukan pencatatan perwakafan tanah milik dalam buku tanah dan sertifikatnya
seperti dimaksudkan dalam ayat (2) dan (3), maka nadzir yang bersangkutan wajib
melaporkannya kepada pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Agama.
Dalam
pendaftaran tersebut, PPAIW haruslah melampirkan sertifikat yang bersangkutan
atau bila tidak ada boleh menggunakan surat-surat bukti kepemilikan tanah yang
ada, salinan Akta Ikrar Wakaf yang dibuat PPAIW dan surat pengesahan nazhir.
Jika
nazhir terdiri dari kelompok orang, maka yang ditulis dalam buku tanah
dan sertifikatnya adalah nama orang-orang dari kelompok tersebut disertai
kedudukannya di dalam kepengurusan. Bila kelak ada nazhir yang meninggal
dunia, mengundurkan diri atau diganti, maka diadakan penyesuaian seperlunya,
berdasarkan pengesahan susunan nazhir yang dilakukan PPAIW. Jika nazhir
itu adalah badan hukum, maka yang ditulis dalam buku tanah dan sertifikatnya
adalah nama badan hukum tersebut.
Dalam
UU No. 41 tahun 2004 pasal 32 sampai 35 menjelaskan tentant pendaftaran dan
penumuman benda wakaf, yaitu:
32. PPAIW atas nama Nazir mendaftarkan harta benda wakaf
kepada instansi yang berwenang
paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak akta ikrar wakaf ditandatangani.
33. Dalam pendaftaran harta benda wakaf sebagaimana yang
dimaksud pasal 32, PPAIW menyerahkan:
a. salinan akta ikrar wakaf
b. surat-surat dan/atau bukti-bukti kepemilikan dan dokumen
terkait lainnya.
34.
instansi yang berwenang menerbitkan bukti pendaftaran harta benda wakaf.
35. bukti pendaftaran harta benda wakaf sebagaimana yang
dimaksud pasal 34 disampaikan oleh PPAIW kepada Nazir.[4]
B. Tata Cara Formal Perwakafan di Indonesia
Menurut
Dr. Abdul Ghofur Anshori, SH. MH.; secara penerapan, maka tata cara perwakafan
adalah sebagai berikut:[5]
1. Perorangan atau badan hukum yang akan mewakafkan tanah
miliknya (sebagai calon wakif) datang sendiri di hadapan PPAIW untuk
melaksanakan ikrar wakaf. Bila calon wakif tidak dapat datang ke hadapan
PPAIW karena suatu sebab, seperti sakit, sudah sangat tua dan lain-lain dapat
membuat ikrar wakaf secara tertulis dengan persetujuan Kepala Kantor Departemen
Agama Kabupaten letak tanah yang bersangkutan di hadapan dua orang saksi. Ikrar
wakaf itu kemudian dibacakan pada nazhir di hadapan PPAIW.
2. Pada waktu menghadap PPAIW tersebut,
wakif harus membawa surat-surat sebagai berikut:
a. Sertifikat hak milik atau tanda bukti pemilikan tanah
lainnya seperti surat IPEDA (girik, petok, ketitir dan sebagainya).
b. Surat Keterangan Kepada Desa yang diperkuat oleh Kepala
Kecamatan setempat yang menerangkan kebenaran pemilikan tanah dan tidak
termasuk sengketa.
c. Surat keterangan pendaftaran tanah.
d. Izin dari Bupati/Kotamadya Kepada Daerah cq. Kepala Sub
Direktorat Agraria Setempat.
3. PPAIW kemudian meneliti surat-surat dan syarat-syarat
tersebut, apakah sudah memenuhi untuk pelepasan hak atas tanah (untuk
diwakafkan), meneliti saksi-saksi dan mengesahkan susunan nazhir.
4. Menurut Dr. Abdul Ghofur, wakif mengikrarkan kehendak
wakif itu kepada nazir yang telah disahkan. Ikrar tersebut harus
diucapkan dengan jelas dan tegas dan dituangkan dalam bentuk tertulis. Bagi
wakif yang tidak dapat mengucapkan ikrarnya, karena bisu misalnya, ia dapat
menyatakan kehendaknya itu dengan isyarat, kemudian mengisi formulir ikrar
wakaf. Kemudian semua yang hadir menandatangani blanko ikrar wakaf. Tentang
bentuk dan isi ikrar wakaf tersebut telah ditentukan di dalam peraturan
Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam tanggal 18 April 1978 No.
Kep/D/75/78.
5. PPAIW segera membuat Akta Ikrar Wakaf rangkap tiga dengan
dibubuhi materai dan Salinan Akta Ikrar wakaf rangkap empat. Akta Ikrar Wakaf
tersebut paling sedikit memuat: nama dan identitas wakif, nama dan identitas
nadzhir, data dan keterangan harta benda wakaf, peruntukan harta benda wakaf
dan jangka waktu wakaf. Selanjutnya selambat-lambatnya satu bulan sejak dibuatnya
akta, akta tersebut wajib disampaikan kepada pihak-pihak yang bersangkutan.
Disamping membuat akta, PPAIW membukukan semua itu dalam Daftar Akta Ikrar
Wakaf dan menyimpannya dengan baik bersama aktanya.
BAB III
KESIMPULAN
Setelah
membahas secara mendalam, maka kesimpulan yang didapatkan adalah sebagai
berikut:
1. Kajian Pasal 223 Kompilasi Hukum Islam menghasilkan
kesimpulan bahwa pada dasarnya selagi syarat dan rukun wakaf itu telah
terpenuhi, maka secara fiqh wakaf itu sudah berlaku. Akan tetapi,
dikarenakan melihat kenyataan zaman yang jelas sudah berubah, maka beberapa
konsep pengesahan wakaf tersebut diatur beda dalam KHI demi menjaga maslahat
yang lebih sesuai dengan ruh-ruh syariah Islam.
2. Dalam tata cara formal untuk melakukan wakaf memiliki
lima (5) tahap yang harus dilakukan. 1) Waqif datang ke PPAIW untuk
ikrar wakaf. 2) Ketika si waqif datang tersebut ia harus sudah
melengkapi dokumen-dokumennya. 3) PPAIW harus meneliti semua dokumen dan juga
saksi-saksi. 4) Waqif harus melakukan ikrar di depan 2 saksi dengan
ikrar yang jelas. 5) PPAIW mengeluarkan Akta Ikrar Wakaf resmi.
3. Setelah diterbitkan Akta Ikrar Wakaf, maka PPAIW atas
nama nadzir mendaftarkan harta benda wakaf kepada Instansi yang
berwenang paling lambat 7 hari kerja sejak akta ikrar wakaf ditandatangani.
DAFTAR PUSTAKA
Halim Abdul, Hukum Perwakafan Di Indonesia, (Ciputat:
Ciputat Press, 2005), cet ke-1.
Al-Alabij Adijani, Perwakafan Tanah Di Indonesia Dalam Teori
Dan Praktek (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004), Cet ke-5.
Rofiq Ahmad, Hukum Islam Di Indonesia, (Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada, 2003), cet ke-6,
Www, Tata Cara Wakaf.com tgl
05-05-2013
[1]Abdul Halim, Hukum
Perwakafan Di Indonesia, (Ciputat: Ciputat Press, 2005), cet ke-1, hlm. 104
[2] Adijani Al-Alabij, Perwakafan Tanah Di Indonesia Dalam Teori
Dan Praktek (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004), Cet ke-5, hlm. 38
[3]Ahmad Rofiq, Hukum
Islam Di Indonesia, (Jakarta: PT Raja Grafin3do Persada, 2003), cet ke-6,
hlm. 506
[4]UU No 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan KHI, Penerbit: Citra
Umbara, cet ke-5
[5]Www, Tata Cara Wakaf.com, tgl
05-05-2013
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus