Tepat pada tanggal 23 april yang menjadi peringatan hari buku sedunia
seharusnya menjadi momentum untuk menyadarkan kembali kita orang-oang Indonesia. Seperti yang dilansir oleh the Organisation
for Economic Ro-orporation and
Development (OECD) ternyata minat baca di Indonesia sangat
memperhatinkan,dan Indonesia berada pada peringat terendah dari 52 negara
di Asia. Dan menurut UNESCO pada tahun 2012 minat baca anak-anak di Eropa
rata-rata menuntaskan 25 buah buku dalam satu tahun, sementara di Indonesia
cuma pada angka 0.001%, artinya dalam 1.000 orang Indonesia hanya 1 orang yang
memiliki minat baca. Bahkan Indonesia berada di bawah Thailand yang berada di
peringkat 51.
Apa penyebabnya? Banyak yang menyalahkan linkungan masyarakat kita
yang tidak mencoba untuk meransang minat baca masyarakat kita. Munkin ini benar
menjadi penyebab utamanya, tapi apakah itu saja? Tentu tidak. Tan Malaka mengatakan bahwa kita masyarakat
Indonesia masih terbelenggu dengan kehidupan-kehidupan mistis sehingga dengan
sendirinya telah menjadi pola pikir yang diistilahkannya dengan Logika Mistika.
Dalam logika Mistika tersebut masyarakat
terlalu berharap banyak pada kekuatan yang bersifat mistik, yang dicontohkan
dalam bukunya MEDILOG dengan Maha Dewa Rah dengan berbagai macam sabdanya.
Saya sengaja sengaja menyampaikan ini, karena yang disampaikan oleh
Tan Malaka berbanding lurus dengan beberapa teori yang disampiakan oleh
beberapa tokoh lainnya. Seperti yang disampaikan Ir. Soekarno dalam bukunya
Sarinah, dia mencoba membagi beberapa tahapan dalam peradaban manusia. Di mana dalam salah satu tahapan manusia
hidup dalam tatanan masyarakat yang agraris dimana tingkat ketergantungan masyarakat
terhadap kekuatan mistis sangat tinggi, karena mereka membutuhkan hujan dan
panas untuk kehidupan mereka.
Tetapi saya kira Indonesia hari ini sudah mulai beralih kepada tahapan
selanjutnya, yaitu kehidupan industrialis. Dimana masyarakat lebih percaya pada
hal-hal yang bersifat Ilmiah. Namun ternyata beralihnya tahapan kehidupan pada
industrialis tidak selaras dengan minat baca masyarakat Indonesia saat ini.
Sehingga pada saat ini Indonesia lebih banyak menyerahkan kekayaannya untuk
dikelolah oleh pihak lain, dan rela hanya menikmati 7% (Preefot) dari hasil
kekayaannya tersebut.
Mungkin kita sudah terlalu nyaman dengan keadaan seperti ini di bumi
Indonesia yang telah memberikan fasilitas amat kaya kepada masyarakatnya,
sehingga orang bilang tanah kita tanah surga, tongkat kayu dan batu pun jadi
tanama, kail dan jala cukup menghidupimu. Karena toh dengan kondisi seperti ini
Indonesia tetap bisa mampu memenangkan kejuaraan science ditingkat
internasional.
Tapi tentu kita berharap lebih dari itu, sudah saatnya kita beralih
dari kungkungan idealismenya Plato. Mari kita lebih rasional, robah pola pikir
dan jangan bebankan masalah ini hanya pada pemerintah. Ciptakan lingkungan yang
kondusif dan mulai dari lingkunga terkecil. Usahakan setiap keluarga memiliki
pustaka sendiri, sehingga bisa mempengaruhi anak-anak dan lingkungan disekitar
kita. Karena dalam Islam-pun hal pertama yang disampaian Allah kepada Nabi
Muhammad Saw adalah “Iqrak” (bacalah)
dalam kalimat perintah yang artinya disitu ada paksaan.